10 November, 2008

Omelan Seorang Korban Bom Bali

Akhirnya ia mati juga, di tembak regu eksekusi! Mampuslah kau di neraka wahai Amrozi dkk.

Aku tidak akan memaafkanmu,tidak akan pernah. Meskipun kau telah mati, dan dengan tidak memaafkanmu, aku tahu kau tidak akan pernah tenang di kuburmu. Bukankah kau lebih tahu, kalau Tuhan tidak pernah akan memberimu surga, jika dosamu pada manusia belum kamu tebus? Dan sekali lagi, aku tidak akan pernah memaafkanmu.

Kalau diizinkan menghukummu, aku tidak akan pernah memberimu hukuman mati. Itu terlalu ringan bagimu. Kalau boleh aku ingin menyiksamu, mengiris wajahmu, mencambukmu, lalu memotong tangan dan kakimu. Agar kau merasakan hal yang setimpal denganku; hidup tersiksa selamanya tanpa tahu kapan penderitaan berakhir, dan berniat mengakhiri hidupmu.

Kau tidak pernah menderita semenderita aku.
Apa salahku? Dan kenapa kau mencelakaiku. Jihad? Tai kucing dengan jihadmu!

Waktu itu aku sedang liburan ke Bali. Hari yang sial dan terkutuk. Kami baru tiba di pulau itu, dan semuanya terjadi begitu cepat. Kami tidak pernah bermimpi. Setelah menabung sekian bulan uang jerih payah dan banting tulangku serta suami, kuajaklah keluargaku berlibur ke pulau yang kau benci itu. Belum sempat kami menikmati sun set di Kuta, atau indahnya Tanah Lot, dan kalian telah merenggut semuanya. Bajingan kau Amrozi! Tuhanku mengutukmu.


Tiga anakku mati seketika, aku beserta suami cacat permanen dengan jihad brengsekmu itu! Sementara kau? Hanya di penjara dan dengan tenang meregang nyawa, hanya sepuluh menit mengerang setelah ditembak. Dan dalam keyakinanmu, arwahmu dibawa burung-burung terbang menuju nirwana. Surga yang kau idam-idamkan dengan membunuh keluargaku. Mengahancurkan masa depan ratusan orang. Membuat sedih ratusan keluarga dan menghancurkan penghasilan ratusan orang.

Itu yang kau sebut Jihad? Berteriak Allahuakbar, sambil meluluhlantahkan pekerjaan orang?
Berteriak Lailahailallah sambil meremukkan kepala anak-anakku? Mengancurkan lengan kiri suamiku, membuatku hidup tanpa punya harapan sedikit pun. Itu yang kau sebut Jihad, Bajiangan?!

Kau mati dan dianggap mujahidin oleh golonganmu! Tai kucing itu semua. Aku menganggapmu pahlawan biadab. Karena wajahku yang dulu bisa tersenyum untuk suamiku, kini telah rusak parah gara-gara jihad bodohmu itu. Gara-gara keyakinanmu yang sungguh begitu egois.

Aku juga muslim, sama sepertimu. Mengucap kalimat syahadat, solat lima waktu, percaya pada malaikat dan kitab-kitab langit. Aku naik haji dan memberi makan kaum miskin, berpuasa dan bersyukur kepada Tuhan, sama seperti kau. Lalu, apa salahku? Apa salah suami dan ankku? Saat kau dengan nistanya berteriak Tuhan Maha Besar sambil meledakkan kepala putriku. Membiarkan darah dan otaknya berhaburan kewajaku yang langsung disambut api setelah terpelanting jatuh ke aspal. Kau tidak merasakannya!!!

Tuhanku (Tuhan yang mungkin juga kau akui) pernah bilang, “bagiku agamaku dan bagimu agamamu”. Lalu apa urusanmu dengan orang yang ingin kau bunuh itu? Apa rumahmu sudah bersih? Apa keluargamu sudah taat semua, dan apa kau jauh lebih baik dari mereka yang kau binasakan? Adakah kau tahu itu? Bahwa mereka lebih berdosa dari kamu? Atau kamu merasa dirimu Tuhan?

Kau menjadikan dirimu lebih sombong dari Tuhan. Lebih egois dari ajaran fundamental yang kau yakini. Surga yang kau bayangkan tidak akan pernah kau dapatkan. Aku tetap berdoa pada Tuhan untuk mengekalkanmu di neraka jahannam! Amin.