Saya sudah banyak sekali membeberkan rahasia tentang bagaimana menerbitkan buku secara indie, self publish atau dengan nama sederhana menerbitkan sendiri buku yang ditulis. Saya bahkan sudah membuat Indie Book Corner, sebagai wadah untuk membantu segala hal tekhnis mengenai menerbitkan buku. Menerbitkan buku itu gampang! Semua sudah saya jelaskan. Tapi ada satu hal yang masih menjadi beban saya. Bagimana buku itu selain gampang diproduksi, tapi juga harus murah memproduksinya. Nah, jawaban ini yang belum ketemu.
Hei kawan-kawan bloger!!! Kali ini saya mau jualan buku di blog saya hehehe. Boleh donk. Saya ada tiga buku nih. Berhubung Idul Adha, saya mau kasih diskon buat kawan-kawan semua.
Rumah Merah Kita. Ini adalah novel pertama saya. Kalau di toko buku sih harganya Rp. 37.500,- sesuai bandrol yang ada di bukunya. Tapi berhubung saya lagi berbaik hati, saya mau kasih diskon buat kawan-kawan yang sering berkunjung ke sini. Harganya jadi Rp. 20.000,- saja deh.
Sketsa Senja. Buku ini adalah buku kumpulan puisi saya yang pertama. Terbit tahun 2008 secara indie dan saat ini cetak ulang (Oktober 2009). Harganya murah saja hanya Rp. 15. 000,- katanya Amier Chan sih, terlalu murah. Tapi nggak apa-apalah. Biarin aja, mumpung Idul Adha, saya mau berbaik hati. (yang ini persediannya terbatas, tinggal 10 eksemplar aja. Rencana mau cetak lagi kalau dah habis)
Tralalatrilili. Buku ini adalah kumpulan tulisan saya bersama kawan-kawan di komunitas Tanpa Nama. Hmmm… bukunya seharga Rp. 25.000,- saja.
Berikut review 3 buku ini:
Rumah Merah Kita: Adalah Novel karya Irwan Bajang, yang bercerita tentang sebuah negara dengan rezim diktator. Perlawanan muncul dari golongan muda, dengan mendirikan Rumah Merah, Ariaseni, Verzaya dan Razonca melakukan usaha-usaha untuk mengembalikan keadaan negara mereka menuju negara makmur seperti sediakala. Novel ini diwarnai, cinta, persahabatan, ego dan banyak kepentingan. Disintegrasi persahabatan dan disintegrasi nasional negara mereka terancam. Ini adalah novel yang layak dibaca oleh pemuda, mahasiswa, pemerintah, dosen dan semua orang yang tinggal di negara yang pernah terjajah. Novel ini sebagai gambaran tentang betapa globalisasi begitu gombalisasi. Penerbit: jagad Media Jogjakarta. Tebal: 215 halaman.
Sketsa Senja: Adalah kumpulan puisi tunggal Irwan Bajang. Terbit pertama Januari 2008. Dan dicetak ulang lagi sekarang. Penulis: Irwan Bajang Tebal: x+60 hal. Cetakan kedua: Oktober 2009 .
Tralalatrilili: Ini adalah album tulisan kompilasi Irwan Bajang bersama 10 orang penulis lainnya. Penulis: Komunitas Tanpa Nama (KTN) Tebal: 130 halaman. Harga: Rp. 25.000,- Cetakan pertama: Sept. 2009.
Ini gambarnya:
Kalau mau beli, nanti tinggal transfer aja harga buku plus ongkos kirimnya ke rekening:
Mandiri: 1370006436899
BRI: 002901063422508
Setelah itu, silakan konfirmasi ke email irwan_bajang@yahoo.com atau sms ke 081927595022. Bukunya akan langsung dikirim ke alamat kamu.
Ayo, ditunggu ya kawan-kawan. Jadikan buku sebagai hadiah ulang tahun, hadiah lebaran, natal atau tahun baru. :D
pernahkah kamu berpikir: "Saya banyak tulisan, entah puisi, cerpen, novel, atau bahkan curhat-curhat yang melodramatis. Saya mau menjadikannya buku. Penerbit mana yang mau terima? saya kan, belum terkenal, saya belum nulis di koran, saya pernah ditolak penerbit, ditolak koran, bahkan ditolak majalah dinding. Duh, tapi saya bermimpi jadi penulis besar! Nggak bisa ditawar-tawar lagi!"
Nah, sering, kan, kita berpikir seperti itu? Merasa rendah diri, merasa kurang PeDe dan lain sebagainya. Lalu bagaimana solusi buat mereka yang berpikir seperti gaya berpikir di atas. Apakah menulis harus selalu diterbitkan di penerbit? Sebagai bukti bahwa kita penulis yang hebat dan karyanya bagus? Dalam beberapa hal barangkali ya, tapi tidak selamanya begitu.
Penerbit memang punya banyak rambu-rambu, dan saringan, itulah yang membuat naskah seseorang kadang tak diterima. Tentu saja bukan jelek sepenuhnya (meskipun pada beberapa kasus, memang demikian adanya). Kebanyakan karena beda selera antara penulis dan penerbitnya saja. Atau faktor yang paling dominan adalah, semuanya berdasarkan tinjauan pasar. Penerbit mengeluarkan modal yang tidak sedikit untuk menerbitkan buku. Menggaji karyawannya, membayar biaya produksi buku, membayar distributor, dan banyak lagi kerja lain yang menyangkut pengeluaran dana. Maka, jangan salahkan penerbit, kalau naskah-naskah yang tidak marketable akan di depak dari meja redaksi. Siapa yang mau berusaha dan ikhlas rugi di muka bumi ini?
Tapi, masih ada solusi, kan? Hahaha.. santai aja. Jangan bingung, jangan sedih. Terbitkan saja sendiri bukumu!!
Waaaaaaakzzzz? Saya kurang paham seluk beluknya. Lagian katanya tadi dana yang dibutuhkan itu banyak! Gimana sih, katanya mau kasih solusi!
Hahaha nggak usah repot, masalah di penerbitan itu, kan cuma penyuntingan (editing naskah) proofing (tata aksara) lay out (tata letak) desain cover, dummy, cetak, distribusi, sudah jadi buku deh, cuma itu doang. Simpel kan?
Saya sudah membuktikan dengan banyak teman, bahwa membukukan buku sendiri itu gampang dan nikmat. kita cuma cetak sepuluh buku, entah dengan cara print, fotokopi, atau dengan banyak cara lainnya. (saat ini telah berkembang mesin cetak digital, yang bisa mencetak buku terbatas, bukan hanya minimum order 1000 lebih sebagai batas minimumnya) Cetaklah bukumu, jual pada orang-orang terdekat, pacar, istri, teman, adik, link yang kamu kenal, lalu hasil penjualanmu itu kamu pakai lagi untuk cetak yang lebih banyak berikutnya.
Skema sederhananya begini:
Kamu punya naskah (entah novel, cerpen, curcol, puisi, flash fiction dsb), kumpulkan dan satukanlah menjadi karya utuh yang layak baca.
Mintalah seorang yang bisa atau ngerti EYD dan setidaknya punya karya bagus, atau bayarlah editor yang berpengalaman untuk mengedit dan proof karyamu itu. Kalau mau irit, carilah tenaga suka rela. Hehehe.
Bikin cover (kalau nggak bisa sendiri, kasusnya bisa kayak di atas, minta bantuan temen kalau nggak bisa sendiri)
Layout tulisan kamu (sda)
Cetak deh. Kamu bisa kopi isinya di fotokopian, covernya bisa kamu print sendiri, atau manfaatkan print outdor yang lagi marak. cari yang murah-murah aja untuk awalan!
Nah, setelah semua tahap ini kamu lalui, maka kita lihat tahap pendanaan sekarang. Misalnya kamu cuma bikin bukumu 10 eksemplar. Anggep saja kamu mengeluarkan biaya 15.000,-/ buku. = 150. 000, kan, modalmu? Setelah jadi, juallah misalnya seharga 20.000 atau 25.000. Anggaplah 25. 000 biar gampang hitungnya. maka kalau semua bukumu laku, kamu dapat uang 250. 000.
Setelah itu cetak lagi, jangan dipakai jajan. Dengan dana sebanyak itu, kamu akan dapat mencetak kurang lebih 16 buku. Maka kalau semuanya laku lagi, kamu bisa dapat uang sebanyak 400.000, kamu bisa mencetak 26 buku selanjutnya. Kalau semuanya laku lagi, kamu akan dapat uang 650.000. Skemanya begitu terus, setelah laku, cetaklah kembali 50 buku, 100, 500, seribu, lima ribu. Seterusnya, seterusnya, sampai jumlah yang kamu inginkan.
Saya tidak sedang mengajak kamu komerisl dengan mengukur segala sesuatu dari uang, tapi setidaknya begitulah gambaran yang bisa kamu lihat, kalau kamu memang tertarik menerbitkan bukumu sendiri. Gampang, kan? Tunggu apa lagi. Kumpulkan tulisanmu dan majulah!!!
(SEMUA CERITA DI ATAS BERDASARKAN PENGALAMAN SAYA DALAM MEMBANTU “INDIE BOOK” BEBERAPA TEMAN.)
PS: Bagaimana dengan distribusinya?
Banyak kok distributor yang bisa bantu menyebarkan buku dan nggak mematok sampai beribu-ribu eksemplar. 400-500 saja mereka sudah mau, tapi ya kita nggak bisa berharap bisa tersebar jauh sampai seluruh indonesia, paling cuma habis di seputaran dalam kota asal buku itu. Kecuali kita cetak 2000 atau lebih, mungkin akan bisa tersebar se-Indonesia. Tapi jangan khawatir. Kalau kamu nggak mau pakai distributor, kamu bisa juga jual secara indie di distro-distro, kantin, komunitas-komunitas penulis, sastra dan lain sebagainya. Atau yang paling simpel, jual online online lewat blog atau email, facebook, twiter dan milis-milis buku lainnya. Yang penting kamu rajin promosi, bukumu pasti laku.
Kalau kurang jelas?
Jangan ragu Tanya saya. Hehehehe Atau mampirlah ke Indie Book Corner, untuk konsultasi dan berbagi keluh kesah. Selamat menulis dan selamat jadi penulis!!
Saya ingin membantu semua orang untuk menulis dan menerbitkan bukunya
Sebenarnya ide ini sudah lama, bahkan sejak tahun 2006 saya sudah mulai menerbitkan buku indie bersama teman-teman. Namun, saat inilah semua ide dan impian itu saya wujudkan secara serius dan profesional. Di tengah ketidaksibukan saya menulis dan menyunting naskah, saya ingin sekali menyempatkan diri untuk membantu penulis-penulis pemula yang ingin menerbitkan bukunya.
Mulai September tahun ini (sembari puasa), saya mulai mengutak-atik komputer, membuat web yang pantas, mecari tema yang sesuai, menyusun kata-kata untuk diposting, menghubungi teman-teman yang sepemikiran, mengajak mereka berdiskusi, bekerjasama, merangkai mimpi dan mulai berkomitmen untuk proyek ini. Saya memulainya dengan berpindah kos, mencari tempat yang lebih refresentatif untuk bekerja, menjadikannya kantor dan memulai aktivitas sederhana ini dari sini. Hingga akhirnya saya putuskan untuk menjadikan proyek ini proyek serius yang mudahan bisa berlanjut dan terus berkembang. Bulan Oktober, saya mendirikan Indie Book Corner, sebuah lembaga yang saya dedikasikan dan saya niatkan untuk membantu penulis-penulis muda dan pemula untuk menerbitkan buku pertama, ataupun buku selanjutnya. Saya lega sekali, ketika lembaga ini resmi berdiri.
Banyak buku yang ditolak penerbit major label, padahal belum tentu buku itu jelek dan tidak layak baca. Kebanyakan masalahanya terletak pada tinjaun pasar dan perhitungan untung rugi. Indie Book Corner adalah sebuah proyek yang saya gawangi sendiri, saya ingin memulai dan membantu, itu saja. Saya berpikir, sudah saatnya, buku akan gampang diproduksi, meskipun dalam jumlah yang barangkali tak sebanyak produksi penerbit konvensional. Biarkan penulis mempublikasi bukunya dan pembaca menikmati apapun jenis buku tanpa harus kompromi dengan pasar.
Saat ini saya berdoa, semoga niatan baik saya ini bisa terus berlanjut. Saya tahu, secara financial saya tidaklah berlebihan, saya hanya anak kos yang masih belum tamat kuliah dan sibuk mencaci maki diri sendiri yang malas sekali menggarap skripsi. Tapi, apakah ada mustahil dari dunia ini selama kita berniat dan bekerja keras? Pertanyaan ini klise, tapi kali ini saya hanya ingin menjawab; tidak ada, tidak ada yang mustahil. Tekad saya sudah bulat, saya tidak mau mundur lagi! Meskipun dengan tabungan seadanya, saya akan bersedia membiayai setiap naskah yang masuk untuk segera dijadikan buku dan dihadirkan ke sidang pembaca. Saya berniat tulus, dan saya yakin semesta mendengarkan niat ini.
Buat kawan-kawan semua, inilah dedikasi yang ingin saya hadirkan. Silakan mampir dan lihat-lihat ke Indie Book Corner di www.indiebook.co.cc