27 April, 2009

Reinkarnasi 2

Kembali mengembara
menjelajah samudra
juga melukis cerita-cerita tua yang kadang durhaka

Aku menjejak tanah-tanah basah
lagi,
berpuluh kali
masih ingat meski samar
gandeng tangan mesra jemari kanak-kanak kita

Rambutmu yang harum
juga tawamu yang ceria

ini adalah reinkarnasi yang keberapa
aku telah lupa menghitung jumlahnya


betapa hasratku hasrat buta
aku tak peduli cuaca juga cerita
kubunuh mitos dan kukubur fatwa-fatwa

dan aku masih saja merindumu
:Hawa


27 April, masih saja di Jogja

12 April, 2009

Istri pada Suami

waktu yang lama
senggama-senggama bisu yang juga lama
: ternyata tak pernah menjadi ikatan untuk kita tetap saling setia

perjalanan yang panjang
tatap yang hangat
juga perbincangan mesra tanpa sekat
pun tak membuat kita mematuhi janji untuk tidak bercerai

anak yang lucu,
juga berbakti...
akh, sudahlah! kau telan saja ludah setiamu
kesetiaan adalah hubungan tak suci mulut dan pasta gigi
segar saat selesai bersenggama, lalu bau setelah makan terasi dan bawang


Jogjakarta, 10 April 2009

08 April, 2009

Kalian dan Saya: Saya Pilih Diri Saya Sendiri

TIBA-TIBA saja kalian datang, bergerombol, membawa banyak senyum dan wajah gembira. Wajah tanpa dosa dengan hiasan ramah-tamah.


Tiba-tiba kalian mengaku saudara, mengaku kerabat, mengaku sependeritaan, mengaku satu mimpi, lalu satu tujuan bersama dengan saya. Wah, padahal saya tidak kenal sama kalian. Kalian saja yang tiba-tiba nongol dan menawarkan diri. Sok kenal dan sok baik. Padahal sebelumnya, mana pernah kalian ada untuk saya. Kalian ini, ada-ada saja. Tidak punya malu ya?
Kalian ajak saya bergembira. Kita rayakan demokrasi, begitu katamu. Mari memilih untuk untuk tujuan bersama! Bah, tujuan bersama apa? Yang jelas kalau bicara! Tujauan apa? Bisa kalian jelaskan dengan detail tujuan itu? Kemakmuran maksudmu? kemakmuran itu kue kering manis ya? Atau buah-buahan?


Waaah, orang tua saya sudah capai cari uang untuk sekolah saya. Mana pernah kalian bantu, sekolahku makin mahal, perlu banyak biaya untuk beli buku pelajaran adik-adik saya. Ibu mengeluh, harga beras naik melulu, bapak merengut, kalau mau kerja, motor harus disi bensin dengan harga mahal. Seringkali bapak mendesah; negara penghasil minyak kok minyak mahal, minyak naik bukannya sukur dapat subsidi malah ikut bayar mahal. Ada-ada saja ya kalian ini.


Nenek sudah tua, tidak berani ke rumah sakit, mahal ongkosnya, beli obat bisa bikin saya sekeluarga puasa delapan belas kali bulan purnama.


Sekarang kalian datang. Masih dengan tiba-tiba. Datang bawakan kami mimpi. Bilang kalau kalian saya pilih, kalian bakalan bikin hati saya bahagia. Oh ya? Dulu bapak saya juga katanya kalian janjikan begitu. Nenek saya, tetangga-tetangga saya, paman, sepupuku, kakak dari bibinya saudara sepupu anak tiri saudara paling tua bapak saya (bingung, kan?). Buktinya kemarin saja si Imin kena PHK, Pak Anto sakit demam berdarah tidak bisa bayar di rumah sakit. Lah bagaimana dong? Coba, coba bikin saya percaya. Biar saya yakin coret muka kamu di TPS besok pagi.


Kalian ini memang suka melucu ya, melucu dan tidak tahu malu. Pasang poster sana-sini pakai gaya yang paling narsis, buang-buang duit cuma buat minta dipilih. Saya saja tidak pernah mengemis, kalian mengemis. Kalian sms saya, kirimkan lewat email, kirimkan juga kalender ke rumah saya, stiker, uuuh! Kalian tempel sembarangan di pagar rumah. Benar-benar tidak sopan! Motor lagi parkir kalian tempelkan stiker norak beraneka warna, kurang kerjaan sekali ya!!!


Kalau mau dipilih, ya minta saja bapak kalian, anak kalian, istri-istri kalian, temen-temen kalian. Bukankah kita tidak pernah saling kenal? Bukan saudara, bukan tetangga, kalian enak-enak saja senyam- senyum sambil minta dipilih. Paling-paling kalau sudah saya pilih, kalian lupa. Baru ingat lima tahun lagi, kalau di kampung saya banyak yang milih kalian.


Coba, coba beri saya bukti. Murahkan sekolah saya, bensin motor saya, beras ibu saya, rokok bapak saya, obat nenek saya, buku adek saya. Bisa? Bisa kalian murahkan semuanya? Jangan PHK teman saya, jangan pecat sepupu saya. Obati tetangga saya, kasih susu adik-adik saya. Bukankah kalian telah menawarkan sebuah negara imajiner pada saya? Sebuah mimpi utopis buat saya dan keluarga?


Ayo, ayo jelaskan, lalu buktikan. Biar saya mantap besok pagi pegang pena coret muka kalian! Kalau tidak bisa, ya sudah. Besok pagi saya tidak mau milih kamu. Saya pilih diri saya sendiri.




Kos-kosan, 8 April 2009
Irwan Bajang

06 April, 2009

Tak Kau Tahu

Kau tidak pernah tahu. Aku belum bisa mengatakannya sekarang; di awal surat ini. tapi akan aku katakan di ujung tulisan ini. (Eits, kamu tidak boleh melihatnya. Baca saja urut seperti aku menulisnya. Oke? Mari kita lanjutkan!)

Ini surat cintaku yang pertama. Pertama menulis, pertama pula untukmu.

Kita pernah saling mengenal. Kau tahu itu.

Persinggungan panas dan air laut, adalah asal muasal uap menjadi hujan. Hujan yang deras berawal dari air yang terlalu banyak menanjak, menjadi awan yang berat. Awan tak kuat menahan uap air, maka jatuhlah hujan. Itu yang terjadi pada kita. Pertemuan kita menjadi awal untuk perpisahan yang mungkin akan lama. Perpisahan awan dengan uap yang dikandungnya.

Aku ingat saat kita berkenalan. Pandanganmu aneh. Aku mengenal jenis pandangan itu. Kau tidak pernah bisa menipu mataku. Aku terlalu paham bahasa mata. Apa lagi mata yang ganjil seperti matamu. Dan kau membuktikannnya sehari setelah jabat tangan yang kau anggap berkesan itu. Kau mengagumiku, katamu. Aku melambung, hanya sejenak tapi. Aku tak pernah mau menikmatinya. Aku tak bisa menikmati rasa melambung yang kau ciptakan.

Dari situlah, cerita berat harus aku jalani. Menjadi kekasihmu adalah hal yang berat bagiku.

Barangkali kau menganggap aku… akh, berat sekali aku mengungkapanya. Baiklah. Kau harus tahu sifatku; aku lelaki kacangan, terlalu mudah jatuh cinta, aku terlalu lemah untuk bertindak. Kalau aku tak salah rasa, aku yakin kau sangat mencintaiku. Benar, kan? Lagi-lagi kau tidak bisa berbohong dengan tatapan matamu, ditambah senyummu. Akuilah kau sangat mencintaiku.

Lalu kita berpacaran. Sebuah hubungan aneh yang tiba-tiba. Kau mengucapkan terimakasih karena telah aku pilih, dank au mengucapkan cinta juga.

Tapi jangan marah kalau aku sebenarnya berat untuk menjalaninya. Ini kesalahanku karena tak tegas dahulu; sesungguhnya aku tidak pernah mencintaimu. (tolong, tolong jangan salahkan aku. Bukannya aku tak tahu diri, aku memang tidak bersalah. Begitu juga kamu. Keadaan saja yang membuat semuanya seprti ini. biarlah… waktu akan menjawabnya)

Kau tentu tidak pernah tahu. Biarlah aku katakan sekarang. Yang mengucapkan cinta padamu dulu bukan aku. Tapi temanku. Maafkan aku.

NB:

Malam ini aku berangkat menuju laut. Tolong, jangan cari aku. Jangan rindukan aku. Aku tak pernah mencintaimu.

Yogyakarta, 2008.

reinkarnasi

telah ribuan tahun aku mencari
menelusuri sembari memburu lewat reinkarnasi
sejak kakek buyutku berkalikali menjelma puisi
menjadi laut, batu, pohon
juga kelelawar
betapa rindu aku pada perjamuan suci kita

kucari kau sembari menulis jutaan kitab suci

aku menjelma batu, kau menjelma ilalang
aku jadi rimba, kau meraung jadi harimau
aku berubah laut, kau merupa pasir
aku menjelma kabut, kau membumbung bukit
aku tumbuh berpohon, kau menitis awan
betapa serasi hidup kita
yang tak pernah berdekatan,
meski sangat mungkin untuk berpeluk

ooh…
kau yang aku buru beriburibu tahun
pada bangkai malam
juga panas yang merayap di kulit berkeringatku
ratusan bahkan ribuan kali reinkarnasi
ku buru kamu
meski pertemuan kadang tak berani aku resapi
aku lahir di tigris
tumbuh di andalusia
mengalir di jawa
menetas di bali
bergulung di antartika
menggigil di eropa
mampus aku di gaza
bangkit lagi aku di kutub utara

aku telah melebur menjadi api, memanjat gunung menjadi angin
menapaki sungai dengan menjelma air

oh, tuhan… betapa rindu ini
rindu semesta jauh sebelum masehi
semanjak kita berjanji untuk berpisah setelah aku makan huldi


Yogyakarta, 23 Maret 2009
1:38 AM

Setia

Jangan berikan titik pada ucapanmu
Biarkan berkoma berkoma
Meskipun pakai tanda seru− jangan pernah menutup buku kisah kita


Yogyakarta, 2008