Showing posts with label Puisi. Show all posts
Showing posts with label Puisi. Show all posts

16 October, 2010

Obat Rindu

ke mana aja kok gak pernah Nampak?
kapan nulis lagi, saya rindu tulisanmu?
hey ayo nulis lagi!
Susah sekali saya menjawab antologi pertanyaan semacam itu. Bahkan, saya kadang takut untuk menjawab, sebab yang muncul kebanyakan adalah apologi, pembelaan dan sikap mencari aman. Padahal, sesungguhnya saya tidak tahu, kepada siap mencari aman, untuk apa berapologi dan kenapa juga harus melakukan pembelaan. Dan kali ini, saya juga tak akan menjawab pertanyaan tersebut di atas, sebab sungguh, samasekali saya susah menjawabnya.

19 June, 2010

Visualisasi Puisi


Iseng-iseng sambil belajar desain, saya akhirnya mencoba membuat visualisasi untuk sebuah puisi saya yang lumayan cukup lama. Judulnya "Dongeng Kejahatan", saya buat di tahun 2008. Berikut ini adalah gambarnya, silakan kawan-kawan blogger yang baik hati mengapresiasinya. Kalau gambarnya kurang terang atau kurang bisa terlihat, sila saja mampir di facebook saya untuk melihat gambarnya yang lebih terang dan jernih. Selamat mengapresiasi dan selamat berkarya juga. Semoga sehat selalu. :)

14 May, 2010

Puisi: O


Kerapkali harus kutunggu malam datang
mengirimkan kabut dan sepoi angin ke halaman rumahku
juga bisik-bisik ganjil yang kadang tak pernah bisa aku pahami
sebelum kutuliskan sebuah puisi padamu, ibu

11 May, 2010

Musikalisasi Puisi Saya

Beberapa waktu lalu saya menulis puisi. Lalu setelah cukup lama tidak mempublikasikan puisi di facebook, saya mempostingnya di suatu malam. Entah kenapa, malam itu saya ingin memposting lagi puisi-puisi saya. Belakangan ini saya sibuk menyelesaikan skripsi dan merampungkan novel saya yang berikutnya: Memburu Binatang jalang, yang saya rencanakan terbit bulan Mei ini.

20 February, 2010

Pasar Sekaten

Di malam gerah
ratusan wajah asing nan gembira
berkeringat di depan kita
anak-anak kecil bermain, ada yang masuk balon udara di atas air
ada yang naik kereta, naik komidi putar, juga belanja gula-gula
sebagian merengek minta boneka, pita rambut, mobil-mobilan

Betapa senang wajah mereka

aku jadi ingat masa kecilku
merengek minta ke pasar malam pada ayah ibu
minta gula-gula, mobil-mobilan, juga minta dompet untuk kuisi uang tabunganku yang tak seberapa

Aku jadi geli sendiri

Aku menyaksikan wajah asing beberapa ayah
yang tampak bingung dan ragu membayar mainan untuk anaknya
kulihat salah satunya ragu merogoh saku celana kainnya
aku menebak-nebak
:kerja apa ayah itu

Sampai kuintip punggungnya
Tak tertulis apa-apa, selain nomor partai dan di dada bajunya
ada seorang bersisir rapi
Si SBY rupanya.


Solo, 13 Februari 2010
Gambar dari sini

27 January, 2010

CUEK

 



“Mari kita tandatangani persetujuan ini.”
“Persetujuan apaan?”
“Pengurangan gas emisi karbon.”
“Untuk apa?”
“Ya, untuk mengurangi polusi, lah!”
“Polusi?”
“Jangan pura-pura tidak tahu, kau merasakannya sendiri, kan?”
“Lalu, apa hubungannya dengan tanda tangan?”
“Karena kita telah berbuat bayak kerusakan!”
“Kerusakan apaan maksudmu? Jangan hiperbolis dan mengada-ngadalah!”
“Ya itu! Kamu banyak memberi polusi ke udara kita bersama.”
“Lah, itu kan buat memakmurkan rakyatku!”
“Tapi rakyat negara lain semakin tidak makmur, alias terkena imbas pembangunan industrimu yang berlebihan! Udara jadi makin panas, hutan gundul dan wabah penyakit semakin banyak. Kutub semakin sempit dan keseimbangan dunia terancam!”
“Bodo amat, aku hanya mau makmur!”
“Kami juga mau makmur!”
“Ya sudah, ngapain saling urus? Kita punya jalan masing-masing, kan?”
“ Karena kau bagian dari kami, bego!”
“Sejak kapan? “
“…”
“Kapan?”
“Ya, sejak kita muncul dengan identitas masing-masing di bumi ini! Karena kita hidup berdampingan!”
Akh, persetan!”
“Huh, dasar negara sok besar, maunya menang sendiri.”
“Dasar negara miskin, sok mengurus segala hal dan cemburu!”
***

Lalu si negara-negara industri besar walk out dari kongres, dan polusi semakin merajalela akibat tingkahnya; cerobong asap yang tak berhenti mengepul.
Oh, betapa kau tak pernah tahu panas malam ini, karena kau asik menyalakan ac di kamar tidurmu. Betapa kau tak pernah tahu hutan kami gundul, karena kau sibuk cebok dengan tissue dari pohon hutan kami yang kalian tebang ilegal.  Betapa kau tidak pernah mengerti , betapa kau egois dan betapa menderitanya kami gara-gara kamu.
Lalu negara-negara besar lainnya cuek dan kita bersama-sama menyongsong neraka akibat matahari yang semakin tak terhalang menuju rumah-ruamah kita. Dan kelak, anak cucu kita akan memaki, karena kita tak mewariskan apa-apa pada mereka selain kekeringan dan panas yang tak kunjung reda.
“Hmmmm…!”


Yogyakarta, 8 Februari 2008

30 December, 2009

Doa seorang tukang tambal ban


Malam ini, aku berdoa padamu, Tuhan
Kirimkanlah padaku
satu saja seorang yang ban motornya bocor

satu saja, Tuhan
Satu lubang saja. Biar besok pagi istriku bisa membeli satu liter beras

Amin


Jalan Solo, 28 Desember 2009

19 December, 2009

Tak Kau Tahu

Kau tidak pernah tahu. Aku belum bisa mengatakannya sekarang; di awal surat ini. tapi akan aku katakan di ujung tulisan ini. (Eits, kamu tidak boleh melihatnya. Baca saja urut seperti aku menulisnya. Oke? Mari kita lanjutkan!)

Ini surat cintaku yang pertama. Pertama menulis, pertama pula untukmu.

Kita pernah saling mengenal. Kau tahu itu.

Persinggungan panas dan air laut, adalah asal muasal uap menjadi hujan. Hujan yang deras berawal dari air yang terlalu banyak menanjak, menjadi awan yang berat. Awan tak kuat menahan uap air, maka jatuhlah hujan. Itu yang terjadi pada kita. Pertemuan kita menjadi awal untuk perpisahan yang mungkin akan lama. Perpisahan awan dengan uap yang dikandungnya.

Aku ingat saat kita berkenalan. Pandanganmu aneh. Aku mengenal jenis pandangan itu. Kau tidak pernah bisa menipu mataku. Aku terlalu paham bahasa mata. Apa lagi mata yang ganjil seperti matamu. Dan kau membuktikannnya sehari setelah jabat tangan yang kau anggap berkesan itu. Kau mengagumiku, katamu. Aku melambung, hanya sejenak tapi. Aku tak pernah mau menikmatinya. Aku tak bisa menikmati rasa melambung yang kau ciptakan.

Dari situlah, cerita berat harus aku jalani. Menjadi kekasihmu adalah hal yang berat bagiku.

Barangkali kau menganggap aku… akh, berat sekali aku mengungkapanya. Baiklah. Kau harus tahu sifatku; aku lelaki kacangan, terlalu mudah jatuh cinta, aku terlalu lemah untuk bertindak. Kalau aku tak salah rasa, aku yakin kau sangat mencintaiku. Benar, kan? Lagi-lagi kau tidak bisa berbohong dengan tatapan matamu, ditambah senyummu. Akuilah kau sangat mencintaiku.

Lalu kita berpacaran. Sebuah hubungan aneh yang tiba-tiba. Kau mengucapkan terimakasih karena telah aku pilih, dank au mengucapkan cinta juga.

Tapi jangan marah kalau aku sebenarnya berat untuk menjalaninya. Ini kesalahanku karena tak tegas dahulu; sesungguhnya aku tidak pernah mencintaimu. (tolong, tolong jangan salahkan aku. Bukannya aku tak tahu diri, aku memang tidak bersalah. Begitu juga kamu. Keadaan saja yang membuat semuanya seprti ini. biarlah… waktu akan menjawabnya)

Kau tentu tidak pernah tahu. Biarlah aku katakan sekarang. Yang mengucapkan cinta padamu dulu bukan aku. Tapi temanku. Maafkan aku.

NB:

Malam ini aku berangkat menuju laut. Tolong, jangan cari aku. Jangan rindukan aku. Aku tak pernah mencintaimu.

Yogyakarta, 2008.

26 November, 2009

Ode untuk Aria

Sebab aku mengikuti setiap isyarat hatiku untuk mengenangmu, Aria, maka aku yakinkan kau bahwa aku mencintaimu.
Sebab aku adalah kembara, maka aku akan segera pulang untuk dirimu, Aria.
Tahukah kau, di setiap jejak yang kupijak, kucipta jutaan puisi untuk namamu. Aku yakin, aku lahir dari sebuah nama yang dulu pernah hidup bersamamu.

Kita telah bereinkarnasi bersama, setelah jutaan tahun terpisah, Aria. Jika dulu kau adalah Hawa, maka biarkan aku percaya, aku adalah Adam yang dicipta Tuhan. Aria, malam ini ijinkan aku menemuimu, menemuimu dan membaiatmu sebagai sebuah nama cinta.

Aku telah lama meleburkan diri dalam malam-malam dan pagi yang tak kunjung usai, Aria. Aria, Aria, dalam remuk redam, dalam dingin selimut-selimutku, kutunggu selalu dirimu. Aria, o, Aria. Dalam selimut-selimut dan dingin malam, aku menggigil menyebut namamu.


The rain was so cold
makes me shiver
chilled

in my lonely blanket
I'm delirious
because dream of you



Zonca

23 November, 2009

Sentimentil

kau cantik
indah dan hangat

aku tak tahu
mengapa aku jadi sentimentil layaknya sekarang
apakah lagu-lagu merdu mempengaruhiku?
karena begitu lama aku hanya bersahabat lirik-lirik cadas
dan musik-musik gelap?
: saatnya sedikit mengendap
cooling down and be come freeze

banyak hal yang tak harus direnungkan dengan sangat sentimentil
sebab di jalan, kita banyak menemukan peristiwa
yang mesti diselesaikan tanpa harus merenung dan berpikir

hangat sekali tubuhmu saat aku dekap

mari berlari
merindu masa kanak kita yang begitu mempesona
sudahlah,
itu bukit mari kita daki


Jogjakarta, 27/8/09

17 November, 2009

satu sajak cinta, satu sajak marah

Berputar dalam mimpi

Pada siang yang panas dan terik, bersama matahari kucari namamu di sela-sela keringatku

Juga pada malam yang hening, bersama suara jangkrik
dan desah angin sepoi-sepoi, aku berputar dalam mimpi. Masih mencari namamu

Lalu, di pagi yang dingin, masih dengan selimut dan gigil tubuhku,
aku temukan kau telah berlari lewat mimpi di kepalaku, Aria.

Jogjakarta, Oktober 2009


Sakit Sekali

Luka yang menganga ini adalah amukan raksasa. Dan kita selalu tak berdaya dengan mereka yang buta. Bukankah kita adalah anaknya juga. Oh, betapa rakus mereka memburu mangsa. Tangan kanannya menggenggam penuh, sementara tangan lainnya sibuk mengaduk, mencari lagi. Dan lagi. Sejak dulu hingga hari ini.

2008

Sajak "Sakit Sekali" dimuat di SKETSA SENJA, 2008

04 November, 2009

biar kutitipkan kau pada semesta

biar kulepaskan kau bayi mungil lucuku
bayiku gemuk berkulit gelap
bermata sayu dan berbibir agak tebal
beri kesempatan aku untuk melupakanmu

biar kutitipkan kau pada semesta
sebab merawatmu,
sama saja menyaksikan kematianmu pelan-pelan
rambut kriting hitam di kepalamu
belum mengerti mahalnya susu dan makanannmu di negeri ini
harganya telah membuat ayahmu mati kemarin pagi
dikeroyok manusia satu terminal

di tanah yang katanya surga tropis ini
srigala dan setan bersindikat menjadi raja rimba
ini persoalan tak sederhana, nak
matamu sayumu terlapau bening untuk paham segala
jadi, biarkan kutitipkan kau pada alam raya
tidur yang nyenyak di keranjang ini,
menagislah esok di dingin pagi
semoga seorang bingung berkenan menjemputmu

kelak jangan percaya pada siapun
jangan pernah cari aku, ibumu
apalagi ayahmu
: ia telah mati kemarin pagi
dibacok orang satu terminal
lantaran ketahuan menyobek tas seorang penumpang

jangan pernah cari aku
aku akan mulai berdandan dan bersahabat dengan malam
menjual daging berlendir
sambil menertawakan nasib yang makin muram
ijazah tamat SMPku, sudah lama aku lupakan
telah lama hilang bersama banjir dan hujan di rumah bocor kita
tidurlah dan esok pagi menangislah
aku, ibu kandung yang secara halal dan sah menikah dengan ayahmu
akan pergi mengganti semua identitas
kau bukan anak haram,
hanya saja kau lahir pada keluarga yang salah
kami manusia miskin yang tak mau berbagi kemiskinan denganmu
sayang


2009

Gambar ditemukan di komputer saya, entah dari mana asalnya.

20 October, 2009

Belajar Terjemah

Saya memulai belajar menerjemah beberapa karya sastra setelah merasa nyaman membaca karya-karya sastra berbahasa inggris. Mungkin intensitas membaca berbahasa inggris saya memang tidaklah sebanyak membaca bahasa Indonesia, namun sejak lama saya sudah memulai menerjemahkan beberapa karya sastra, terutama puisi dan beberapa cerpen. Puisi yang sudah saya terjemah di antaranya milik Rummi, Neruda dan beberapa puisi indonesia klasik yang saya coba terjemahkan ke bahasa inggris. Kali ini saya ingin menerjemahkan karya-karya saya juga ke dalam bahasa inggris. Mudahan saja bisa berhasil. Tentu saja saya butuh banyak masukan dari kawan-kawan. Jangan ragu memaki dan mencaci kebodohan saya menterjemahkan ya. :D


Malam Pengantin


dinding-dinding kamar ini, sayang
yang menjadikan aku terkurung sepi
angin mendesau keras di luar sana
lalu dingin menyapa malam-malam kita
kita tidur telanjang berdua
sementara nyamuk-nyamuk mengintip iri ingin ikut bersenggama

2009
____________________________________________

wedding night


the walls of this room, my dear
that makes me shut by quiet
the wind was blowing hard out there
than cold greet to our nights
We sleep naked together
mosquitoes while peering enviously want to intercourse

2009
Gambar diculik dari sini


06 September, 2009

Tanda Tanda

aku akan merindukanmu jika aku pergi
aku juga akan merindukanmu jika kamu pergi
selalu saja aku rindukan kamu dalam pergi dan datangku
dalam hadir juga hilangku

bagiku hidup adalah seumpama udara
menjadi angin ketika tekanan rendah maupun tinggi
tinggi ia melesat, menukik ia jika rendah, dan kau tentu tahu bagaimana sepoi-sepoi tercipta
apakah kau sepakat dengan definisiku?
tentu saja aku tak pernah memaksa
soeharto telah lama tumbang, dan tak ada alasan untukku mengikuti jejak otoriternya

baiklah, jika begitu aku akan segera berangkat
akan kukirimkan surat setelah aku sampai
akan kuberi khabar di manapun bumi aku menjejak
tak perlu kau balas, sayang
sebab dengan mengirimkan khabar padamu, aku tahu kau baik-baik saja

aku ingin mengurai laut menjadi definisi-definisi
menjabarkan gunung menjadi tanda-tanda
serta mengakrabi sungai menjadi rumus-rumus
menjejaki hutan menjadi garis-garis
hingga kelak
aku tahu segala arti yang tak banyak orang tahu

aku mau segala sesuatu yang sederhana
sebab segala sesuatu yang rumit adalah hal yang menyebalkan
sebab itulah sesekali aku mengutuk diri memikirkan banyak hal
aku tak pernah tahu apakah aku beruntung atau terkutuk
namun yang aku sepakati dalah hati
adalah nabi nabi dan orang suci selalu berpikir sebelum bercerita


Jogjakarta, 6 Agustus 2009

23 August, 2009

Yang aku namakan pergi



perjalanan adalah metamerfosis ribuan detak dalam hari kita
sementara tujuan adalah secangkir kopi
di pinggir meja dengan mata tak mengantuk
sementara pagi semakin menanjak menuju dingin yang menulang

satu orang datang
berkumpul, lalu pergi satu satu
dan kerap kali kita bertanya,
adakah yang paling sedih dari kehilangan dan perpisahan?

perjalanan adalah metamerfosis ribuan detak dalam hari kita
sementara tujuan adalah secangkir kopi
di pinggir meja dengan mata tak mengantuk
sementara pagi semakin menanjak menuju dingin yang menulang

ribuan rencana
dan ceceran janji harus segera dituntaskan
sebab rencana baru selalu saja menanti
sebab setiap perjalanan selalu menagih janji-janji berikutnya
selalu menanti dan mengundang penuh birahi

Bali-Jogja 19 Agustus 2009

Gambar dicuri dari sini

22 August, 2009

catatan kaki

kucatat nama dan alamat lengkapmu di setiap jejak perjalananku
lalu kutulis menu kesukaanmu di meja makanku
juga kugosok mataku di pagi hari, sembari mengingat senyum malamku
aku muda kembali bersama mimpimu

perjalanan adalah melangkah sembari menoleh
menjauh sembari mengingat
lalu menulisnya dalam catatan-catatan rahasia, yang kadang tak seorangpun mengerti
tak jua kita


Denpasar, Agustus 2009

26 July, 2009

Wajah itu, wajah yang menyimpan duka

wajah itu
wajah yang menyimpan duka
barngkali dunia ini kau rasa tak ada beda
mimpi dan duduk gembira sama sekali tak pernah saling menjauhi

wajah itu
wajah yang menyimpan duka
aku lihat wajahmu
murung dalam pedih yang kau usahakan telan

jangan sembunyikan


Denpasar 26 Juli 2009

03 July, 2009

Si Tua dan Cinta


entah kapan aku temukan
setelah pertemuan itu
aku semai jutaan benih di ladang yang kau sebut cinta

benih itu kini menjadi beringin
menjadi rumah-rumah yang teduh
lalu di sekelilingnya mengalir sungai
muncul danau dan laut

aku kadang tak pernah habis pikir
betapa ajaib hidup ini
aku lahir dari perut seorang ibu
lalu bertemu kamu
kawin dan punya banyak kisah yang tak mudah diurai
bercinta dan menjadi banyak tahu ini-itu

hey... lihatlah sekarang
aku jadi begitu mudah tersenyum dan tidak suka marah
apakah sebuah pertanda bahwa aku telah dewasa?
haha
bukankah umur kita telah begitu tua?
kenapa aku baru merasa dewasa menjelang kematian ini




Denpasar Juli 2009



sumber foto di sini

23 June, 2009

Kopi hangat di dalam cangkir di atas meja


Kopi hangat di dalam cangkir di atas meja, kedinginan

Bisu antara kita

menjadikannya menggigil dan entah kenapa semakin pekat


Aku tak pernah tahu hubungaannya

kopi hangat, diam kita, dan rindu yang menyesak

adakah ketiganya punya pengaruh pada salah satu lainnya


Kopi hangat di dalam cangkir di atas meja

saksi bisu, juga korban rindu dendam kita yang tak pernah mau sederhana


Foto dari sini


2009

07 June, 2009

Rinjani: Perawan bersungai susu, juga bertelaga segara

Menapak jejak-jejak para pembuka jalan

adalah sebuah petualangan menyenangkan

untuk seorang pemuda jatuh cinta sepertiku

Menyimak dendang patukan pelatuk pada cemara

bagiku serupa gubahan lagu semesta luar biasa

dan mengendus wewangian alam raya yang perawan adalah mimpi masa kecilku yang lugu

Rinjani,

Namamu sungguhnya di benakku adalah nama perawan

Perawan bersungai susu, juga bertelaga segara

Edelwismu kembang andarnyawa

Tak pernah ada perawan semanis engkau

Berjalan pagi di puncakmu adalah serupa mengembara jauh di tanah tak bertuan

Di bawah gerimis bulan februari,

di punggungnmu kutulis sebuah sajak untuk Dewi Anjani

perempuan yang nun jauh menantiku pulang bersama kembang andarnyawa-mu


Mei, 2009





_________________________

*Rinjani adalah nama gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia, terletak di pulau Lombok NTB. Terkenal sebagai gunung eksotis, indah, meskipun berapi, tapi terdapat danau di puncaknya.