22 May, 2009

jalan pulang

M. Irsyad zaki


*
Di satu pagi,
aku ingin selembar kartu pos tergeletak di bawah pintu,
dan di pojok kanan atas tertempel perangko kotamu,
pengirimnya adalah kamu, nama pendekmu itu, bersama tulisan berantakanmu,
biar aku baca di bawah langit-langit kamarku,
terserah, tentang berita sedihmu, atau juga sebaliknya: cerita gembiramu
aku ingin sehelai kartu pos teronggok di bawah pintu rumahku,
berisi kabar-kabar tentang jalanmu yang makin jauh, pengembaraanmu yang makin kacau, juga celana jeansmu yang makin bau dan lembab, lengkap dengan gatal-gatal tubuhmu yang jorok.

**
Sepertimu, demikian juga aku, mengembara makin jauh, melamun makin kacau,
dan insomniaku makin akut, juga tuhan-tuhanku makin mengabur,
o, kau pasti tahu,


***
Aku mengukir dan meninggalkan tanda di setiap tapak yang aku jejak, menadai satu demi satu, meninggalkan prasasti tumpuk demi tumpuk, prasasti yang kelak dapat aku urai, saat kita makin renta dan tak kuat lagi mengembara,
o, kau juga pasti tahu.

****
Aku hanya ingin kau bercerita,
pendek saja,
tentang wajah-wajah asing yang kau temui, lorong demi lorong, tanah demi tanah,
juga lapak demi lapak,
tentang kau yang berhenti sejenak saat hujan, berteduh setiap panas,
lalu melangkah lagi ketika hujan mulai reda, jika panas melembut jadi hangat

*****
Biar kusimpan kartu posmu, lalu melanjutkan lagi perjalanaku, sembari menggumamkan harap dalam dengung mulutku
: semoga kita tak pernah lupa jalan pulang.

******
Biar saja jalan makin sepi, biar saja pagi makin dingin,
aku mengadu pada alam semesta
o, semoga kita tak pernah lupa jalan pulang.

Mei 2009


gambar culikan dari sini

11 comments:

  1. di seberang jalan itu, entah yang mana
    sepasang alis mata tiba-tiba menebal
    tak ada yang tahu

    ia hanya tahu, kini bahunya disandarkan ke tembok
    seluruh dirinya bekerja menghidupkan sepasang alis mata yang lain

    jalan setapak yang juga lain

    ReplyDelete
  2. siapa??
    siapa itu?
    seberang jalan di mana? kota, desa, hutan, rimba?
    semuanya kabur!

    ReplyDelete
  3. yah, mending lah masih ada jalan untuk pulang. gw malah ud ga bisa bedain lagi : ini pulang ataw pergi :(

    ReplyDelete
  4. Salam Irwan Bajang,

    kamu tulisi puisi untuk sahabatmu kah (?),
    bercerita lewat kartu-kartu (surat) yang diterima ...

    ReplyDelete
  5. @Putri. berarti kamu udah gila..sungguh gila
    @Zulkifli. iya, untuk si Zaki yang gila... sahabtaku itu

    ReplyDelete
  6. "Di satu pagi,
    aku ingin selembar kartu pos tergeletak di bawah pintu,
    dan di pojok kanan atas tertempel perangko kotamu,"

    Hari gini masih pake Pos... Gimana Kalo di ganti Email.. hahaha.. becanda bung... :D

    ReplyDelete
  7. hahahahaha
    kartu pos jauh lebih keren bung, dari pada sekadar email..
    hehehehe
    mau tak kirimin juga?
    hahahaha

    ReplyDelete
  8. Puisi yang sedap. Hehe

    ReplyDelete
  9. makasih wahyudi..
    :D
    kasihh kritikanlah Bung buat saya..
    hehehe
    biar makin maju

    ReplyDelete
  10. aku bingung mau komen gimana?
    aku ngerasa puisimu yang ini kurang asyik dibanding sebelum-sebelumnya...
    kurang tegas gitu...
    nggak 'bajang' gitu...

    hahaha...

    ReplyDelete
  11. Hmmm.... ya, semoga kita tak lupa jalan pulang! Pengembaraan dan lamunan tak mengaburkan tiap tanda yang kita jejakkan di tiap tikungan jalan.

    ReplyDelete

silakan berkomentar